Pojok Ilmu bersama Mbak Tami: Kenal Lebih Dekat Homeschooling

Pojok Ilmu bersama Mbak Tami: Kenal Lebih Dekat Homeschooling
Assalammualaikum, Sohib Parents. Pernahkah kamu mendengar kata homeschooling? Tentunya kata tersebut saat ini sudah terdengar sangat familiar di telinga kita ya? Postingan kali ini akan mengajak para sohib parents untuk kenal lebih dekat homeschooling.

Berbeda dengan postingan-postingan lain di Rumah Kita. Kali ini kami kedatangan tamu spesial. Postingan ini merupakan resume dari kegiatan rutin di WAG The Cupuers Blogspedia. Yaitu WAG yang merupakan wadah bagi para alumnni Blogspedia Coaching yang diampu oleh bunda Marita.

Nah, di WAG The Cupuers, setiap anggotanya memiliki kesempatan untuk menjadi narasumber. Mereka bebas memilih topik apa yang mau dibagikan, sesuai dengan keahlian atau minatnya.

Kebetulan pada hari Selasa, 8 Juni 2021 yang lalu, bu Sri Utami atau yang lebih akrab dipanggil bu Tami Asyifa ini membagikan materi tentang homeschooling. Bu Tami diamanahi 7 anak oleh Allah. Sedikit pembukaan, yuk kita cari tahu dulu bagaimana awal mula bu Tami njebur ke dunia HS.
keluarga mbak Sri Utami
Saat masih mengajar, bu Tami sempat bergabung dengan IGI (Ikatan Guru Indonesia). Untuk memudahkan komunikasi, komunitas tersebut membuat mailing list sebagai jalur diskusi. Waktu itu WA dan TELEGRAM belum begitu populer. 

Bu Tami merasa senang bisa bergabung dengan mailing list tersebut. Beliau jadi lebih sering menyimak diskusi para pakar pendidikan, diantaranya Bapak Ahmad Rizali, Mbak Dita Puti, dan lainnya dari Kemendiknas. Juga Ustaz Harry Santosa dengan pendidikan berbasis fitrahnya, pak Lendo Nuvo dengan sekolah alamnya. Dan banyak lagi. Dari sinilah akhirnya terbuka wawasan berbagai masalah dalam dunia pendidikan. 

Suatu ketika suami dari Bu Tami ingin membuka sekolah dan mencari murid, dua anak paling muda menjadi sasaran. Si bungsu yang masih 3 tahun dimasukkan ke TK. Ternyata justru fatal akibatnya, ia trauma sekolah. Sejak dari situlah hingga usia masuk sekolah (7 tahun), si bungsunya Bu Tami bersikukuh tidak mau sekolah. 

Dari situlah  homeschooling keluarga Bu Tami bermula. Si bungsu  sering dibawa bundanya ke sekolah saat mengajar. Kebetulan Bu Tami mengajar Biologi dan lebih sering melakukan outing kelas, jadi si bungsu ikutan belajar di alam. 

Kemudian lanjut anak no 2 setelah satu semester di SMKN juga memutuskan untuk tidak sekolah formal. Tak berhenti sampai di situ, anak no 5 selepas lulus SD juga tidak sekolah formal dan disusul anak no 6 sejak kelas 4 memilih homeschooling juga. 

Saat ini anak no 2 dari bu Tami sudah masuk tahun ke-3 belajar ilmu agama dii Turki. Sedangkan anak no 5 dan 6 sedang menghafal Al Qur'an di sebuah pesantren di Jawa. Tinggal si bungsu yang masih HS bersama bu Tami di rumah.

Perjalanan homeschooling keluarga Bu Tami cukup menarik kan? Tentu ada banyak hal yang bisa diulik dari perjalanan beliau.  Alhamdulillah, mbak Yulia berkenan membagikan resume dari materi tersebut untuk sohib parents semuanya. Selamat menyimak.

Apa itu Homeschooling?

Homeschooling adalah sistem pendidikan berbasis keluarga atau sebuah komunitas yang bukan lembaga. 
Di zaman yang semakin modern ini, homeschooling atau lebih akrab di kenal dengan HS semakin banyak didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tentunya sebagai alternative bagi anak-anak yang tidak bisa masuk sekolah.

Apalagi di masa pandemi ini, mungkin banyak keluarga yang menerapkan sistem ini, tanpa atau dengan mereka sadari. Sebuah pendidikan yang dilakukan di dalam rumah dengan pengawasan dari orang tua itu sendiri.

Banyak hal yang menjadi alasan bagi para pelaku HS ketika memutuksan untuk tidak memilih lembaga formal sebagai sarana pendidikan, bisa saja salah satu alasannya adalah karena trauma akan suasana sekolah yang membuat anak enggan kembali bersekolah.

Dengan adanya homeschooling, ini menandakan bahwa tidak semua anak merasa cocok di lembaga formal. Untungnya banyak orang baik yang mendirikan lembaga non formal sebagai alternatif bagi mereka yang membutuhkan.

Sekilas tentang Sejarah Homeschooling

Homeschooling sebenarnya sudah ada sejak dahulu, di mana para orang tua yang memiliki anak berinisiatif untuk menjadi guru kehidupan sang anak. Hal ini sangat wajar karena sekolah saat itu belum berdiri setegak sekarang. Namun para orang tua tentunya ingin kehidupan anaknya lebih baik dari dirinya sendiri.

Seiring berjalannya waktu, semakin berkembangnya pola pemikiran pada manusia maka inisiatif untuk membuat sekolah atau tempat belajar mulai tersusun dari berbagai dunia. Salah satunya adalah Negara Jerman, yang memasuki abad ke-16 mulai mengeluarkan kewajiban untuk bersekolah atas dorongan dari reformator protestan yang bernama Martin Luther. Salah satu tujuannya pada saat itu adalah untuk menyamakan sudut pandang warga negara terutama dalam hal agama.

Berawal dari Jerman, kebjakan untuk bersekolah ini mulai ditiru oleh negara-negara Eropa yang kemudian dibawa juga pada Negara-negara jajahannya termasuk Indonesia. Namun tidak semua warga Indonesia mengikuti kebijakan sekolah ini. Lebih tepatnya, sekolah pada saat itu terkesan masih privilege atau khusus untuk anak-anak elit saja. Hingga membuat para orang tua memilih untuk mendidik anaknya dengan cara tersendiri, salah satunya dengan konsep ‘nyantrik’.
apakah itu homeschooling

Homeschooling sebagai Alternatif Belajar

Meskipun tidak formal namun manfaat dari homeschooling ini juga sangat banyak, ini menunjukan bahwa pendidikan itu tidak memandang lembaga tapi lebih ke sistem yang diterapkan. Tentunya beda wadah maka beda pula ciri khas yang dimiliki, seperti Homeschooling ini yang menjadi ciri khasnya adalah :
  1. Mandiri
  2. Terdistribusi
  3. Customized
  4. Modular, dan
  5. Fleksibel
Ciri yang paling dominan adalah, homeschooling membentuk anak untuk belajar menjadi pribadi yang mandiri dan tidak terbiasa untuk bergantung pada yang lain seperti guru, tugas, ujian dan tentunya nilai.

Sedangkan sekolah formal, berdasarkan pada pengalaman saya sebagai seorang murid, memang seringkali terpacu semangat belajar ketika ada faktor pendukung seperti guru dan nilai. Kontras sekali bukan sistem yang menjadi pembeda antara keduanya?

Melihat tujuan homeschooling yang menanamkan sikap mandiri pada anak, tentunya lembaga ini memiliki hal-hal yang harus di terapkan. Mungkin kita bisa menyebutnya dengan budaya. Ada 3 budaya yang harus diterapkan untuk menciptakan suasana yang sesuai dengan tujuan tersebut yaitu:
  • budaya belajar atau Learning Culture,
  • budaya bekerja atau Learning skills,
  • budaya management diri atau self management skills.
Dengan adanya budaya-budaya tersebut para orang tua bisa menetukan tujuan belajar, materi baelajar, jenis kegiatan dan metode yang akan digunakan sesuai visi misi keluarga.

Kenal Lebih Dekat Homeschooling: 3 Jalur yang Bisa Dipilih

Nah, bagi para orang tua yang ingin menerapkan homeschooling sebagai alternatif belajar, maka ada 3 jalur yang bisa digunakan:

1. Jalur Akademis

Jalur ini di gunakan jika para orangtua menginginkan sang anak untuk melanjutkan pendidikan ke jalur formal, baik SLTP, SLTA ataupun kuliah.

2. Jalur Professional

Jika para orang tua ingin mengarahkan sang anak pada keahlian tertentu maka jalur ini bisa digunakan ketika akan menerapkan homeschooling pada anak. Metode ini dengan membiarkan sang anak belajar pada ahlinya dalam bidang yang ingin di geluti sehingga kedepannya ketika akan mengikuti uji kompetensi berhak untuk mendapatkan sertifikat keahlian, dan jalur ini berbasis portofolio.

3. Jalur Bisnis

Jalur ini bisa diterapkan dengan sistem magang pada suatu perusahaan/ pelaku usaha atau merintis bisnis sendiri.

Bergabung dengan Komunitas

Pertanyaan yang paling sering dilontarkan kepada para pelaku HS yaitu, apakah anak-anak yang homeschooling itu akan selalu diam saja di rumah tanpa bersosialisasi? Tentu tidak.
Sangat tidak bijak jika kita mengartikan kata homeschooling demikian, karena faktanya banyak juga komunitas-komunitas HS yang berdiri seperti komunitas Charlotte Mason Indonesia yang dimotori oleh mbak Ellen Kristi dari kota Semarang atau komunitas HSMI (Homeschooling Muslim Indonesia) yang dipelopori oleh bu Ida.

Sebagai makhluk sosial, tentunya kita tidak bisa bertahan apabila hidup sendirian di muka bumi. Hal ini sebagai gambaran bahwa manusia memerlukan komunikasi dengan sesamanya untuk menciptakan kenyamanan dalam menjalani kehidupan.

Anak-anak homeschooling ini juga memiliki relasi yang bisa dibilang khusus, berawal dari komunitas antar sesama HS hingga beberapa kegiatan yang diciptakan khusus untuk mereka, membuat komunikasi semakin terjalin dan tidak ada pengasingan di dunia ini bagi anak pelaku sekolah rumah.

Jadi sangat salah besar apabila kita memandang sebelah mata mereka, bahkan pendidikan jalur ini bisa menjadi lebih baik dalam menghasilkan kualitas anak bangsa yang berguna dan tidak gagal. Pendidikan tidak ada yang buruk, semuanya baik dan bagus hanya tergantung pada kesungguhan para pelaku yang berperan. Apakah mereka sungguh-sungguh atau tidak.

Bu Tami dalam sharingnya hari Selasa malam lalu juga membagikan tips untuk para keluarga yang mau memulai homeschooling:
  1. Komunikasikan dengan pasangan dan breakdown dulu visi misi keluarga, sehingga lebih mudah dalam menyusun kurikulum keluarga ke depannya.
  2. Setiap pilihan baik itu sekolah formal atau homeschooling pasti ada konsekuensinya. Dan normalnya hidup apapun pilihan itu, ada ujiannya masing-masing. 
  3. Jangan lihat hasilnya, tapi bagaimana prosesnya. Tidak semua HS berjalan mulus, benjol-benjolnya juga banyak. Bahkan hujan tangis pun pernah. Betulan nggak lebay ini. Bu Tami cerita ia pernah sambil pelukan sama anak nangis bareng.
  4. Harus meminimalisir kebaperan. Bu Tami mengisahkan bagaimana dulu di awal sering banget baper. Baca berita anak-anaknya teman pada lulus test PTN baper. Terlebih saat ditanya kok anaknya nggak sekolah, gimana sih? Apalagi saat kumpul keluarga, terlebih keluarga Bu Tami sebagian besar akademi dan guru. Jadi bisa dibayangkan level kebaperan bu Tami seperti apa kan?
  5. Nggak usah melihat rumput tetangga dan melihat perkembangan anak orang lain, karena biasanya cenderung menjadi insecure. Terima anak, apa adanya. Kalau perlu pakai kaca mata kuda, biar tetep fokus pada tujuan besar keluarga.
Nah, demikian catatan singkat kenal lebih dekat homeschooling, yang disusun oleh Mbak Yulia, diambil dari materi sharing di WAG The Cupuers Blogspedia. Adakah para sohib parents yang sudah menjalankan HS di rumah seperti bu Tami? Bisa kunjungi blog Bu Tami di tamiasyifa.com untuk menengok tulisan-tulisan inspiratif darinya. 
kirim tulisan ke Blogspedia Group
Fyi, mbak Yulia adalah The Cupuers dari Blogspedia Coaching Batch #1. Doi adalah seorang mahasiswi dari Sukabumi yang sedang belajar konsisten ngeblog. Meski masih singlelillah, doi cukup concern terhadap dunia pendidikan ya?

Pengen tulisan Sohib Parents dimuat di blog Rumah Kita ataupun blog lain di bawah Blogspedia Group? Silakan simak persyaratan lengkapnya di Tata Cara Pengiriman Artikel. Semoga artikel kenal lebih dekat homeschooling ini bermanfaat. Wassalammualaikum.
Marita Ningtyas
Marita Ningtyas A wife, a mom of two, a blogger and writerpreneur, also a parenting enthusiast. Menulis bukan hanya passion, namun juga merupakan kebutuhan dan keinginan untuk berbagi manfaat. Tinggal di kota Lunpia, namun jarang-jarang makan Lunpia.

2 comments for "Pojok Ilmu bersama Mbak Tami: Kenal Lebih Dekat Homeschooling"

  1. Keren, suka banget tulisan mbak Yuli. Duh sharing santai aja bisa sekeren ini ditulis ulang sama mb.. Yuli.

    ReplyDelete
  2. Iya ya bun Tami, ternyata si bontot daya serapnya bagus. Jadi tertantang pengen nulis...heheheh

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan komentar, tapi mohon tidak menyisipkan link hidup.


Salam Peradaban,


Bunda Marita