“Kebaya Merah”, Tantangan Pengasuhan di Era Digital

tantangan pengasuhan di era digital
Tantangan Pengasuhan di Era Digital adalah tajuk yang dipilih oleh SD dan PAUD Islam Bintang Juara pada Islamic Parenting Series 2. Jika pada seri 1, bu Elly Risman didapuk sebagai narasumbernya. Pada seri 2 ini, didatangkan dua tokoh yang tak kalah inspiratifnya; Kak Sinyo Egie dan Kak Mumu.

Bunda sendiri sudah pernah belajar langsung dari kedua tokoh ini sekitar enam tahun lalu. Senang sekali bisa recharge ilmu agar makin mantap menjejak dalam membersamai tumbuh kembang anak.

Membaca judul artikel ini, apakah sohib parents merasa tergelitik. Apa hubungannya “Kebaya Merah” dengan tantangan pengasuhan? Cuzz lah lanjutkan bacanya…

“Kebaya Merah”, Apa Tuh?

Bunda bukannya mau ngobrolin the real kebaya berwarna merah, sohib parents. Jadi nih beberapa waktu lalu, dunia digital dihebohkan dengan kemunculan video porno dengan judul “Kebaya Merah.”

Jujur, bunda sendiri pertamanya nggak ngerti apaan sih kebaya merah. Baru setelah scrolling dan googling, pahamlah yang dimaksud.
kebaya merah viral
Okelah kalau orang dewasa seperti kita tentu tahu ya bahwa nonton video pornografi tidaklah dianjurkan. Pertama, lihat aurat orang, berarti dosa kan? Kedua, ya buat apa gitu kan? Wong sudah ada cara yang halal, eeh.

Masalahnya nih salah satu hal minus dari perkembangan teknologi adalah massive-nya informasi yang masuk kepada anak-anak. Terutama anak laki-laki.

Lah, ada apa dengan anak laki-laki? Bisa dibaca di artikel bunda sebelumnya terkait materi dari bu Elly Risman tentang Lengketkan Diri Bersama Anak, Bye Bye Pornografi.

Waktu mengikuti seminar bareng bu Elly, rasanya tuh jantung berdenyut-denyut. Ya, iyalah bunda… kalau nggak berdenyut, bahaya gitu loh..

Oh iya deng, hehe.

Maksudnya, miris gitu loh. Betapa mengerikannya bisnis pornografi di dunia dan Indonesia, dan yang menjadi target pasar adalah anak-anak muda, termasuk juga anak-anak kita.

Eh, hari ini, Sabtu, 26 November 2022, saat kak Sinyo Egie memaparkan materinya, makin pening kepala ini. Materi pornografi dan segala printilannya kini tak lagi menampilkan hubungan dengan lawan jenis, tapi juga sesama jenis.

Naudzubillahi min dzalik. Sudah sematang apa persiapan apa sebagai orang tua, sohib parents untuk bisa membangun benteng buat anak-anak kita?

Pintu Masuk LGBT ke Dunia Anak di Era Digital

Tentunya sudah tidak asing dong dengan nama kak Sinyo Egie? Nama aslinya adalah Agung Sugiarto. Beliau adalah pria kalem kelahiran Magelang, 22 Oktober 1974.

Kak Sinyo adalah Ketua dan pendiri Yayasan Peduli Sahabat. Sekaligus trainer dan konsultan penulis.

Berbeda dengan materi Deteksi Dini Orientasi Seksual pada Anak yang pernah Kak Sinyo Paparkan di tahun 2016, materi kali ini langsung jleb-jleb to the point gitu deh. Sebelum memulai pemaparannya, kak Sinyo menceritakan asal-muasal lahirnya materi hari ini.
kak sinyo egie
Jadi suatu hari ada kejadian seks sesama jenis di kalangan TNI dan Polri, lalu petinggi mereka berinisiatif menggelar acara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Bu Elly RIsman dipanggil untuk menjadi narasumber acara.

Bu Elly lalu menghubungi Kak Sinyo Egie yang dianggap lebih ahli di bidang permasalahan sesama jenis. Kak Sinyo lalu memberikan saran bahwa pentingnya untuk memahamkan peserta acara terkait definisi dari setiap istilah yang ada.
Definisi sangat penting sebagai pijakan agar persepsi antara pembicara dan peserta bisa sama.
Karena itulah pada materi kali ini, Kak Sinyo lebih fokus untuk memahamkan para peserta webinar tentang perbedaan definisi istilah-istilah yang sering didengar terkait pembahasan LGBT. Apa sajakah Istilah tersebut?

Orientasi Seks

Yaitu hasrat seks atau keinginan melakukan seks, tujuannya untuk memiliki keturunan. Ada cinta dan kasih sayang. Tentu saja lazimnya dan harusnya dilakukan oleh pasangan suami istri.
Namun di zaman now, orientasi seks ini bergeser. Ada pasangan yang memiliki hasrat seks tanpa cinta di dalamnya. Begitu juga sebaliknya, ada pasangan yang saling mencintai tapi tidak saling memiliki hasrat seksual.

Dulu orientasi seks hanya satu; heteroseksual. Laki-laki tertarik pada perempuan, dan begitu juga sebaliknya.

Lalu kapan tepatnya orientasi seks bergeser, hingga kemudian ada beberapa istilah orientasi seperti;
  • Homoseksual - tertarik dengan sesama jenis
  • Biseksual - tertarik baik kepada laki-laki dan perempuan
  • Aseksual - tidak mempunyai hasrat seks. Kebanyakan terjadi perempuan, sekitar 0.06 persen dari populasi manusia
Itu adalah jenis orientasi seksual di zaman psikologi lama. Orientasi seksual di psikologi modern makin berkembang. Ada hasrat seksual dengan mang/ komik, hewan, dan bahkan jenazah. Ups, mengerikan ya sohib parents?

Nah, masalahnya tidak ada satupun ahli yang tahu kapan tepatnya pergeseran orientasi seks ini terjadi. Btw, orientasi seks tidak berbanding lurus dengan tindakan seks ya. Jadi bisa jadi ada orang yang orientasinya suka sesama jenis, tapi tidak melakukan tindakan tersebut.

Kak Sinyo Egie kemudian menjelaskan terkait teori perkembangan, termasuk di dalamnya terkait orientasi seksual. Ada tiga teori yang paling populer, yaitu:
  • Teori perkembangan 1: Perkembangan, termasuk juga orientasi seksual, hanya diipengaruhi oleh biologi (hormon, makanan, dll). Penelitian terakhir tidak ada yang menunjukkan pengaruh DNA pada orientasi seksual.
  • Teori perkembangan 2: Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh pendidikan, emosional, dan psikologis lingkungan.
  • Teori perkembangan 3: Ini adalah teori yang diyakini oleh Kak Sinyo dan tim Peduli Sahabat. Baik biologi, pendidikan dan lingkungan sama-sama berpengaruh pada orientasi seksual anak. Namun mostly yang paling berpengaruh adalah pendidikan dan psikologis lingkungan.
Teori perkembangan di atas diambil dari sisi ilmu pengetahuan. Kak Sinyo kemudian juga menjelaskan teori perkembangan jiwa manusia dari segi agama.

Dalam diri manusia ada yang namanya hadiitsun nafs,bisikan hati yang bisa mengarahkan pada hal salah dan benar. Bisikan hati ini belum memenuhi syarat untuk mendapatkan pahala ataupun dosa.
Jadi kalau dilihat dari segi agama, orientasi seksual itu belum dihukumi dosa. Karena masuknya masih dalam ranah “bisikan”. Dia belum melakukan tindakan seks menyimpang.
That’s why kalau ada anak atau orang yang mengaku punya orientasi seks yang bergeser, terima mereka. Jangan malah dicaci maki, dan dikucilkan.
Itulah salah satu tujuan dari Yayasan Peduli Sahabat. Bukan untuk mengubah orientasi seksual, tetapi untuk menyadarkan bahwa orientasi tersebut bukan anugerah tapi ujian. Mereka dirangkul agar orang tersebut tidak sampai melakukan tindakan seks yang menyimpang.

Tindakan Seks

Istilah ini mengacu pada kondisi di mana seseorang sudah melakukan tindakan seks, tidak ada intervensi dari luar dan merupakan pilihan diri sendiri. Tindakan seks selain yang heteroseksual, ataupun tindakan seks heteroksesual yang zina (bukan dengan pasangan halal), bukan lagi karena pengaruh dari luar, tapi pilihan pribadi itu sendiri.
Sekarang sudah ratusan negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Jadi jika memang ada yang mau menikah sesama jenis, ya jangan di Indonesia yang menegakkan Pancasila di mana sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya Indonesia didirikan atas dasar agama.

Tafsir mengenai tindakan seks kaumnya Nabi Luth yaitu masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam dubur laki-laki lain.
Dari sisi agama, selain hadiitsun nafs, dalam diri manusia ada yang namanya al hamm. Jadi bukan lagi sekadar bisikan, tapi sudah memutuskan untuk melakukan sebuah tindakan (memiliki niat).
Peduli Sahabat menemukan 6 pola terkait tindakan seks sesama jenis. Namun kak Sinyo Egie hanya menjabarkan 5 pola.

Pola yang tidak dijelaskan lebih lanjut yaitu terkait manusia yang kerasukan jin. Tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu penyebab terjadinya tindakan seks sesama jenis karena gangguan jin. Sayangnya literasi tentang jin masih belum banyak, jadi Kak Sinyo belum bisa menjadikan rujukan yang valid.

Pola 1 - Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang fatherless.

Bapaknya ada, tapi seakan-akan tidak ada. Circlenya kebanyakan perempuan, jarang ada figur laki-laki dalam hidupnya.
Pola asuh yang keliru, misal karena bapaknya nggak hadir, namun ibu juga tidak bisa berperan maksimal memberikan figur ayah. Yang terjadi anya NATO (No Action Talk Only), lalu terlampau overprotektif pada anak laki-laki. Padahal anak laki-laki butuh diajak bereksplorasi.

Ciri-ciri anak laki-laki yang berpeluang menjadi kaum sodom yang berperan sebagai perempuan biasanya perilakunya mirip perempuan. Seperti, suka baju perempuan, kemayu, suka mainan perempuan. Sering mengalami bullying dipanggil banci, dan sejenisnya.

Anak-anak yang punya ciri-ciri di atas, saat remaja rata-rata akan tumbuh menjadi homoseksual.

Sementara itu ciri-ciri anak laki-laki berpotensi menjadi kaum sodom yang berperan jadi laki-laki, bisa terlihat dari matanya. Pandangan matanya akan terlihat ke mana, apakah tertarik perempuan atau laki-laki?

Perempuan yang umur 1-10 tahun dan punya perilaku tomboy, bukan berarti nanti jadi homoseksual. Pola pada perempuan agak berbeda dengan anak laki-laki.

Perempuan bisa menjadi homoseksual lebih ke pembiasaan dan pengaruh lingkungan. Namun tetap harus hati-hati yang punya anak perempuan tomboy, harus diberikan pengarahan yang jelas.

Pola 2 - Adanya kecacatan dalam biologinya.

Misal terlahir sebagai khunsa atau berkelamin ganda. Contoh kondisi April Manganang yang kini berganti nama menjadi Aprilio Perkasa Mangananng. Doi adalah anggota TNI yang diduga lahir perempuan, tetapi setelah dicek secara biologis, ternyata laki-laki. Namun kondisi ini nggak banyak.

Pola 3 - Lewat media.

Banyak aplikasi sesama jenis yang ditemukan di era teknologi. Yang mudah terjerat mostly anak laki-laki.

Setelah baligh (10-14 tahun) setiap 3 hari kantong spermanya penuh dan mendorong-dorong untuk dikeluarkan. Butuh rangsangan, misal lewat telinga (suara), melihat (video porno) dan sentuhan.

Awalnya rangsangan, lama-lama tertarik nonton video “Kebaya Merah”, lalu kepo dengan lainnya. Bahkan bisa jadi merambah ke aplikasi sesama jenis, misalnya.

Kenapa laki-laki tertarik laki-laki? Mostly, karena bosan. Perempuan tidak lagi bisa memuaskan. Akhirnya tertarik mencoba dengan sesama laki-laki. Selain itu mereka merasa resikonya lebih rendah; tidak ada kehamilan terjadi, tidak dicurigai saat booking hotel karena menginap dengan sesama lelaki.

Pola 4 - circle, lingkungan pertemanan atau bestienya.

Sisi emosional banyak terjadi pada perempuan. Di rumah tidak mendapat cinta, lalu mencari cinta tersebut di luar. Proses jatuh cinta pada perempuan lebih panjang dari laki-laki, begitu juga saat proses melupakan.

Tracking para pelaku homoseksual laki-laki lebih mudah dibanding tracking homoseksual perempuan. Kalau laki-laki bisa lewat game, gym, dll. Sementara kalau perempuan lebih ke text (role play game).

Pola 5 - Muslim yang meninggalkan syariatnya.

Karena sudah dikasih aturan yang jelas dari Allah kan, tapi kenapa dilanggar? Mendekati zina saja nggak boleh, apalagi kalau sudah melakukannya? Syariat tersebut dilanggar, karena tidak mampu mengelola hasrat seksualnya.
stop LGBT

Identitas Seks

Identitas seks menyangkut tiga hal, yaitu:
  • Berhubungan dengan peraturan resmi atau legalitas
  • Berhubungan dengan norma masyarakat atau penduduk
  • Berhubungan dengan kepercayaan individu
Jika lepas dari tiga hal tersebut, maka tidak bisa disebut dengan identitas seks.
Awalnya identitas seks hanya heteroseksual, laki-laki dan perempuan. Secara legalitas, norma masyarakat, dan kepercayaan, identitas seks hanya laki-laki dan perempuan.
Lalu sejak kapan identitas seks mulai bergeser? Menurut penelitian kak Sinyo dimulai dari tahun 1960an. Kaom sodom berdemo untuk menerima identitas seks lain secara setara.

Prosesnya sangat panjang. Istilah pertama yang muncul adalah gay, mewakili baik untuk laki-laki dan perempuan, artinya happy.

Kemudian para perempuan jijik dengan istilah gay. Mereka memisahkan diri dari kaum gay, dan memilih kata lesbi untuk kaumnya.

Diambil dari pulau lesbos, tempat tinggal penyair homoseksual perempuan yang membuat puisi untuk orang yang disukainya. Pulau ini hingga sekarang me jadi jujugan kaum lesbi.

Dalam agama, gender dan jenis kelamin ya sama. Sekarang mulai digaungkan di media global bahwasanya gender berbeda dengan jenis kelamin.

Kaum pelangi mulai berkoar-koar bahwa gender hanyalah bentukan masyarakat. Lucunya, mereka hanya mau mengarahkannya ke seks. Dasar kaum gak bener, wkwk.

Saat ini LGBT sudah diakui oleh PBB. Taiwan, Australia, bahkan hingga Indonesia, juga mulai bermunculan kaum ini secara terang-terangan.
Namun sebenarnya yang terjadi di Indonesia, mostly bukan kaum LGBT, masih banyak yang orientasi seksnya sesama jenis, tapi masih pengen punya identitas seks heteroseksual. Pengen menikah dengan lawan jenis dan menjalankan kewajiban agamanya. Nah, yang seperti ini harus dibantu, bukan malah dijauhi.
Al fatehah foundation, yayasan islam pertama yang ingin menjadi pembuka untuk menerima SSA (Same Sex Attraction), tapi pengen tetap heteroseksual.

LGBT punya bendera pelangi dengan enam warna. Jadi jangan takut untuk memakai warna pelangi, sohib parents. Namun jangan sampai warnanya hanya enam, agar tidak dikira kita mendukung kaum mereka.

Nah, lalu bagaimana cara membantu para SSA untuk sembuh? Disuruh menikah? Tentu saja bukan solusi terbaik. La wong lihat payudara perempuan saja mereka nggak tertarik atau malah jijik.

Oleh karenanya di Peduli Sahabat, para SSA dibantu untuk bisa mengelola orientasi seksualnya, hingga nantinya bisa melakukan tindakan seksual sesuai fitrahnya; heteroseksual.

Penting bagi orang tua untuk menjelaskan batasan pertemanan, tidak hanya pada lawan jenis, tetapi juga dengan sesama jenis, kepada anak. Sudah tahu hayo belum bagaimana adab pertemanan, sohib parents?

Sekarang, apa yang bisa kita lakukan saat bertemu dengan SSA, gimana cara membantunya?
Kak Sinyo mengatakan “Amar maruf nahi munkar. Jika bisa dengan lisan, ya pakai lisan. Jika bisanya pakai tangan (mengulurkan bantuan) ya, pakai tangan. Jika tidak bisa keduanya, ya doakan.”
Misal ada temen SSA, ajak ngobrol udah sejauh mana. Apakah sudah sampai melakukan tindakan seksual dengan sesama jenis? Jika belum, kenalkan dengan Peduli Sahabat.

Jika sudah melakukan tindakan seksual, ya jangan diancam nanti kamu jadi keraknya neraka dan sejenisnya. Tapi doakan. Siapa tahu dari doa kita, teman kita akan berubah.

Bagaimana jika ada anak di sekolah punya ciri-ciri kemayu. Ajak anak mengenal ke salon, misalnya, yang ada pekerja warianya. Dijelaskan kepada anak bahwa dulu “mbak-mbak” itu laki-laki, dia jadi seperti itu karena suka main dengan perempuan, dll.

Sedangkan untuk kasus anak yatim, maka ibu atau keluarganya bisa mencarikan figur ayah. Figur ayah bisa didapat dari pihak keluarga; kakek, om, atau pakdhe. Bisa juga meminta tolong pada tetangga/ guru, tentu yang bisa jadi teladan ya. Jadi dititipkan sesekali, agar anak punya gambaran role model ayah yang real.

Duh, mengerikan ya mendengarkan paparan dari kak Sinyo? Coba yuk dicek perangkat anak-anak kita, especially yang sudah diberikan hp sendiri, adakah tanda-tanda yang aneh?

Tentu saja bunda berharap keluarga Rumah-Kita dan sohib parents terjaga dari virus LGBT ini yaa…

Biar nggak makin nyut-nyutan, kita akan beralih ke materi kedua yang akan melengkapi bagaimana mengatasi virus LGBT yang marak di media.

Membangun Keluarga Bijak Teknologi untuk Menghadapi Tantangan Pengasuhan di Era Digital

Materi kedua ini disampaikan oleh Muhammad Awaludin. Lebih tenar disebut sebagai Kak Mumu. Pernah dengar nggak hayo namanya?

Dulu ada aplikasi yang namanya Kakatu, nah kak Mumu adalah pembuatnya. Sekarang Kakatu sudah tidak diteruskan prosesnya, tapi diganti menjadi proyek baru bernama FAMMI.
Kak Mumu Awaludin
Kak Mumu ini kalau menceritakan tentang kecanduan game, fasih banget. La gimana nggak fasih, wong doi adalah survivor kecanduan game.

Kak Mumu ngegame dari kelas 4SD sampai lulus kuliah. Bahkan doi pernah main game selama 30 jam non stop.

Laki-laki muda yang karena pengalaman hidupnya kini concern terhadap parenting membuka paparannya dengan kegelisahannya tentang LGBT. Yang lagi hangat saatini yaitu kejadian di World Cup Qatar. Di mana kaum LGBT lagi gencar agar bisa diterima.

Di media global, kaum LGBT selalu menggembor-gemborkan, bahwasanya mereka yang nggak menerima LGBT adalah orang-orang yang nggak bisa menerima perbedaan.

Makanya hati-hati banget saat memberikan gadget ke anak ya, sohib parents. Karena kaum nggak bener itu makin gencar mengkampanyekan perilaku menyimpang mereka.

Dari pengalaman kak Mumu sebagai fanatic gamer, doi menceritakan bahwa anak yang mulai kecanduan game/ gadget/ pornografi, akan mengalami perubahan perilaku selama 6-12 bulan terakhir. Perubahan perilaku ini juga telah diteliti oleh WHO di tahun 2018, sohib parents.

Adapun perubahan perilaku tersebut, yaitu:
perubahan perilaku pada anak yang adiksi game
  • Lupa waktu - Berada di kamar berjam-jam tanpa sadar karena asyik dengan game atau gadgetnya.
  • Nggak peduli sama kesehatan - Bahkan tak jarang sampai lupa mandi dan makan.
  • Melupakan ibadah - Karena fokusnya pada game dan gadget, ibadah pun jadi dinomorsekiankan.
  • Gampang ngegas/ sering marah - Kalau dipanggil, langsung bernada tinggi.
  • Lebih senang menyendiri - Yang semula masih suka berkumpul dengan keluarga, sekarang merasa nggak tenang kalau lama-lama bersama ayah ibunya, dan lebih memilih berada di kamar.
  • Uniko - Mulai suka berbohong, dari hal kecil hingga besar.

Penyebab Anak Adiksi Games

Kenapa kok anak bisa kecanduan games? Berikut ini yang dialami oleh Kak Mumu:

1. Hubungan dengan orangtua merenggang.

Hubungan anak dan ortu tidak berjalan sebagaimana mestinya, saling ngobrol dan saling memahami satu sama lain. Namun hubungan ortu-anak seperti microwafe, deket ortu kalau butuh makan.
analogi hubungan anak - ortu
Nggak hanya itu hubungan dengan ortu seperti mesin cuci, deket ortu kalau butuh dicuciin baju. Hubungan dengan ortu seperti ATM, deket sama ortu karena butuh duit doang.

Adakah yang saat ini anak-anaknya deket sama kita hanya karena hal-hal di atas? Semoga nggak ya, Sohib Parents.

2. BLAST - Boring, Lonely, Angry, Stress, Tired.

Dulu yang dirasakan oleh Kak Mumu, ia bosan karena nggak punya mainan. Akhirnya kenal sama game, nggak pernah bosan karena selalu ada tantangan baru.

Kak Mumu merasa kesepian karena ayah dan ibu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Terutama ayah, karena kak Mumu anak cowok. Berasanya ada ayah, tapi nggak bener-bener ada. Akhirnya kenal mabar (main bareng), seru dan nggak kesepian lagi.

Kak Mumu merasa marah karena over nasihat dari orang tua, dibanding-bandingkan dengan saudara atau tetangga, atau malah terlalu sering disalahkan dan diungkit-ungkit kesalahan lamanya. Tak hanya itu ia juga mengalami bullying dari temen sekolahnya.

Nah, marah yang terus dipendam itu menjadi problem. Lalu kemarahan tersebut tanpa sadar dilampiaskan dalam bentuk kata-kata kasar ketika main game. Membuat tokoh dengan figur kebalikannya, tinggi, kuat di dalam game.

Anak-anak stress karena merasa nggak pernah disemangatin. Namun game selalu bisa kasih semangat. Coba aja deh kita main game, terus kalah. Apa yang terjadi?
pesan menyemangati dari game
Biasanya akan muncul tulisan, “Thank you for playing. Try again.” Kita nggak disalahin dan dipojokin karena kalah main, tapi diterima dengan baik. Malah gamenya bilang makasih dan diberi semangat untuk nyoba lagi.

Sederhana ya sepertinya, tapi bagaimana dengan orang tua? Kalau anak melakukan kesalahan, atau kalah lomba, eh bukannya dihibur dulu, malah diomelin. Hiks.

Anak-anak merasa lelah karena beban sekolah yang tinggi. Kak Mumu gagal SNMPTN, dan berhenti sekolah selama dua tahun. Akhirnya ia minta dibelikan komputer sama orang tuanya dan akhirnya makin kecanduan games.

Saat itu Kak Mumu mengalami FOMO (Fear of Missing Out). Kondisi takut ketinggalan informasi di media sosial. Bangun tidur ngecek notifikasi. Tidur pun hp dikeloni. Penyakit FOMO hadir karena kita dah kecanduan gadget, game ataupun media sosial.

Mindset yang kurang tepat dari orang tua Kak Mumu saat itu juga menjadi pemicu kondisi adiksinya. Kak Mumu tetep difasilitasi untuk ngegame, karena menurut orang tuanya, “Daripada keluar rumah nggak bisa diawasi, mending di rumah lah, lebih aman.” Walau akhirnya, ya tadi jadi lupa waktu dan lain-lain.

Kak Mumu kemudian menceritakan serunya game online. Salah satunya karena bisa punya temen di dunia maya dari seluruh dunia.

Bahkan Kak Mumu bisa jadi punya orang tua di dunia game. Saat itu Kak Mumu punya orang tua dari California, pasangan suami istri yang belum punya anak.

Kalau kak Mumu nggak muncul di dunia game, orang tuanya di dunia game nyariin dengan bahasa yang menyenangkan, seperti “How are you, what’s up. We miss you to play together with you..”

Sementara di rumah, kalau nggak keluar dari kamar berhari-hari, orang tua nggak tanya dengan baik, tapi diomelin. Hal-hal kecil itulah yang makin membuat Kak Mumu terjerat dengan dunia game online.
Anak-anak BLAST yang merasa nggak dicintai dan dihargai mencari lingkungan di mana dia disukai, dihargai, dan dicintai. Ada yang kemudian kecanduan game, ada pula yang kecanduan pornografi.
Proses Kak Mumu keluar dari kecanduan, dimulai dari pikirannya yang menjadi tidak fokus, hingga tabrakan berkali-kali. Sempet tobat sambel, berhenti main game karena tangannya digips. Namun setelah tangannya pulih, ya main game lagi, hehe.

Lalu tahun 2010, Kak Mumu masuk kuliah jurusan IT. Salah satu tugasnya bikin game online. Makin deh kecanduan game lagi.

Hingga sebuah peristiwa besar terjadi, ibu Kak Mumu meninggal dunia. Ibunya kak Mumu sakit kanker payudara kurang lebih empat tahun, tapi kak Mumu nggak pernah tahu karena saking fokusnya sama game. Kak Mumu merasa bersalah.

Kak Mumu, anak keempat dari empat bersaudara. Setelah ibu kak Mumu meninggal, hubungan dengan ayah mulai membaik. Ayahnya mengusap punggung, dan bilang, “Kalau butuh apa-apa, bilang ayah ya.”

Saat itu menjadi titik balik buat Kak Mumu. Sebuah momen yang nyess karena sebelumnya nggak pernah dapat sentuhan fisik dari orang tua, terutama ayah.
Agar lepas dari kecanduan, maka harus cari capek fisik agar nggak ingat sama game. Kak Mumu lalu kuliah nyambi jadi kuli angkut.
Setelah bisa lepas dari game, kak Mumu mulai masuk ke berbagai komunitas positif; bikin desain, video, parenting, dll. Akhirnya mindset kak Mumu pelan-pelan berubah.

27 Agustus 2014, skripsi Kak Mumu diterima dalam sebuah program Kominfo di Jakarta. Saat Kak Mumu meminta izin kepada ayahnya, si ayah bilang, “Ngapain sih ke Jakarta terus? Ayah pengen ngobrol banyak sama kamu.”

Kak Mumu jengkel karena ayahnya merasa kurang apresiasi. Sering dibilang nggak usah menang lomba ini itu, yang penting lulus kuliah, kerja jadi PNS dan nikah. Hal tersebut membuat kak Mumu merasa harus segera lulus kuliah untuk membuktikan pada ayahnya.

Telepon berkali-kali berdering saat Kak Mumu lagi di Jakarta. Ternyata itu telepon dari kakaknya yang mengabarkan bahwa ayahnya sudah meninggal dunia. Kak Mumu menangis sejadi-jadinya.

Dari pengalaman hidupnya tersebut, Kak Mumu lalu mengajak semua peserta webinar untuk berkontemplasi;
Haruskah anak kita kehilangan kedua orangtuanya dulu agar mereka sadar?
Kak Mumu sempat terpuruk dengan rasa bersalahnya cukup lama. Hingga ia membaca sebuah hadits, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain.”

Di situlah Kak Mumu bener-bener commit untuk stop kecanduan games, dan nggak lagi berlarut-larut sedih. Kak Mumu berjanji untuk bisa melakukan perubahan dari kemampuan yang ia bisa; membuat aplikasi untuk mengontrol gadget anak, dan bikin komunnitas FAMMI.
aplikasi FAMMI by Kak Mumu
Kak Mumu juga belajar dari orangtuanya. Meski telpon selalu direject, selalu ngomel, tapi kedua orangtuanya tak pernah lepas mendoakan kak Mumu, tak pernah berhenti nelpon. 

Jadi sebenarnya orang tua Kak Mumu sayang dan perhatian, cuma Kak Mumu aja yang nggak mampu melihat kebaikan itu. Kebaikan-kebaikan tersebut bisa nampak nyata saat orang tuanya telah tiada.
It takes a village to raise a kid.
Rumah pertama adalah keluarga. Rumah kedua adalah sekolah. Oleh karenanya setiap dari kita harus bersinergi untuk bisa membangun komunitas positif dalam tumbuh kembang anak.

Jangan berhenti pada seminar, dan bangun habit agar pemahaman dan pelaksanaan parenting terukur. Salah satunya bisa dengan menggunakan aplikasi yang dikembangkan Kak Mumu, FAMMI.

Strategi Mendampingi Anak di Hutan Digital

Di akhir sesi materinya, Kak Mumu membagikan startegi dalam mendampingi anak di hutan digital. Yaitu dengan menjadi orang tua SIAP. Seperti apakah orang tua SIAP?
menjadi orangtua SIAP

1. Siap untuk kompak dengan pasangan

Suami istri atau ayah dan bunda harus membuat aturan bersama. Dikomunikasikan apa yang boleh dan tidak untuk anak, agar satu frekuensi dan anak tidak merasa ada bad & good cop.

Lalu juga saling berbagi peran tentang tugas sehari-hari, siapa yang mencuci dan menyetrika. Bisa juga misalnya ayah ngajarin aktivitas fisik, ibu nemenin belajar akademis.
formula aturan hp pada anak

rekomendasi WHO penggunaan gadget pada anak


2. Siap untuk berkomunikasi efektif

Bangun komunikasi tanpa distraksi. Mengubah komunikasi yang membuat tertekan dan merasa nggak dihargai, ganti dengan kalimat yang berbeda.

Misal, “Ayo to cepetan, jangan malas,” ubah kalimat tersebut menjadi “Oke, bunda kasih waktu lima menit lagi ya. Setelah itu ayo kita berangkat.”

Hindari komunikasi yang abstrak, tapi ubahlah menjadi komunikasi yang konkret. Misal, “Jangan deket-deket nonton tv nya nanti matamu rusak.” Ubah menjadi “Ayo nonton TV nya mundur lima langkah.”

“Jangan nonton yang nggak-nggak di YouTube.” Ubah jadi “Kalau ada yang buka aurat di YouTube, jangan dilihat ya.”

“Kamu itu nggak pernah dengerin.” Ubahlah lebih spesifik, “Udah tiga hari kok diem aja, ada masalah kak?”

Termasuk juga kasih kejelasan yang konkret terkait pembatasan gadget. Kapan anak boleh dipinjami gadger atau mengakses YouTube.

Berikan contoh konkret bagaimana menggunakan hp. Seperti, kalau ada tayangan buka aurat, close. Ada iklan yang nggak baik, skip ads. Kalau nggak bisa di-skip, kasih hp ke orangtua. Di mall lihat ada yang buka aurat, tutup mata, dsb.
cara komunikasi efektif pada anak
Gali obrolan dengan anak, saat pulang sekolah, saat menggambar, saat punya temen baru.

Cek perasaan anak setiap waktu. Jika anak bosen, bosennya biasanya di jam berapa dan karena apa, kemudian lakukan modifikasi perilaku.

Perilaku pengganti bisa dengan cara cek temubakat.com untuk mengenali inner strength anak.

3. Siap konsisten untuk membangun kebiasaan bermakna

Pada sesi ini, kak Mumu ngajarin peserta bernyanyi. Bisa banget diajarkan ke anak nih. Nadanya seperti lagu, “Kalau kau suka hati” itu lo, Sohib Parents.
Kalau ingin dibantu, bilang apa? - Tolong
Kalau ingin dibantu, apa yang kau katakan? Kalau ingin dibantu, bilang apa? - Tolong
Kalau kamu buat salah, bilang apa? - Maaf
Kalau kamu buat salah, apa yanng kau katakan? Kalau kamu buat salah, bilang apa? - Maaf
Kalau dapat hadiah, bilang apa? - Terima kasih
Kalau dapat hadiah, apa yang kau katakan? Kalau dapat hadiah, bilang apa- Terima kasih
Saat ngajarin lagu ini, Kak Mumu nggak memberikan liriknya, Sohib Parents. Tapi semua peserta bisa dengan mudah menyebutkan, “Tolong, Maaf, Terima Kasih.”

Hal ini menandakan bahwa sudah ada penanaman terhadap tiga kalimat penting ini di dalam kehidupan kita. Nah, gimana dengan anak-anak? Apakah kita sudah membangun kebiasaan bermakna alias installing kindness software?
Untuk bisa installing software; kita perlu menjadi teladan, pengawas, dan mengarahkan.
Kalau nggak mau anak kita kecanduan, ya kita jangan kecanduan. Jangan lupa juga untuk mengawasi jam main handphone dan apa saja yang diakses oleh anak.

Tak lupa untu mengarahkan gimana penggunaan gadget yang benar. Kita juga bisa menggunakan aplikasi parental control.
aplikasi parental control google family link
Apabila anak masih dipinjami hp ortu, ada beberapa aplikasi parental control yang bisa diunduh di Play Store atau App Store. Buat Sohib Parents yang pakai hp Samsung, hp ini punya fitur Samsung Kids, bisa tuh digunakan. Kapan-kapan bunda ceritakan lebih lanjut tentang Samsung Kids ya.

Nah, kalau anak sudah pakai hp sendiri, kita bisa menggunakan aplikasi Google Family Link. Bunda sudah pernah menggunakannya waktu ada hp nganggur dan dipinjamkan ke anak, cukup worth it.

Apabila ada anak yang sudah kadung kecanduan, Kak Mumu berpesan bahwasanya nggak bisa tuh langsung diambil gadgetnya. Yang ada anak akan semakin marah.
Anak juga akan semakin parah kecanduannya, kalau kecanduannya itu dipermasalahkan terus-menerus. Alih-alih langsung diambil gadgetnya, gali dulu akar masalahnya dengan banyak bertanya pada anak, agar ketemu solusi yang tepat.
Lalu melakukan modifikasi perilaku dengan memberikan kegiatan sebagai pengalihan. Anak dibuat capek agar tidak ingat lagi game online.
Kenapa dalam proses penggalian akar masalah ini sebaiknya dilakukan dengan bertanya? Karena anak diajak berpikir. Dengan diajak berpikir, diharapkan kesadaran akan tumbuh dengan sendirinya.
menentukan akar masalah adiksi game

Berbeda kalau pembatasan game dan gadget dilakukan dengan instruksi, anak hanya akan terpaksa melakukannya dan semakin merasa marah. Akar masalahnya tidak diatasi dan malah menimbulkan problem berikutnya.

Untuk anak-anak yang mengalami FOMO, selalu harus update medsos setiap saat. Ajarkan anak untuk menjadi JOMO (Joy of Missing Out).

Bangun habit secara konsisten, bisa dimulai dengan detoks dopamine selama 100 hari; nggak buka hp sebelum tidur, buat rule untuk buka medsos hanya setelah tugas dikerjakan, dll.
cara melakukan dopamine detox
Pesan terakhir Kak Mumu, “Sebelum kasih koreksi ke anak, tumbuhkan dulu koneksi dan komunikasi.”
Media memberi panggung kepada kaum-kaum LGBT. Oleh karenanya kelekatan anak terhadap orang tua harus dibangun. Hanya dengan adanya kelekatan ortu - anak, insya Allah hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari.
Jangan sampai dipimpin gadget, tapi pimpinlah gadget.
Apapun permasalahan anak zaman now; kecanduan gadget, kecanduan pornografi, LGBT dan lainnya, akar utama adalah kelekatan yang kurang terbangun dengan orangtuanya. Maka untuk mengatasi tantangan pengasuhan di era digital, ayuk sohib parents, jadilah magnet terbesar buat anak-anak kita!***
Marita Ningtyas
Marita Ningtyas A wife, a mom of two, a blogger and writerpreneur, also a parenting enthusiast. Menulis bukan hanya passion, namun juga merupakan kebutuhan dan keinginan untuk berbagi manfaat. Tinggal di kota Lunpia, namun jarang-jarang makan Lunpia.

2 comments for "“Kebaya Merah”, Tantangan Pengasuhan di Era Digital"

  1. Makasih Marita, aku cuma sampai jam 10.45 pas sinyal nggak stabil di lokasi (di luar rumah).

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan komentar, tapi mohon tidak menyisipkan link hidup.


Salam Peradaban,


Bunda Marita