Lengketkan Diri Bersama Anak, Bye Bye Pornografi

bye bye pornografi, lengketkan diri bersama anak
Akhirnya setelah 7 tahun berlalu, senang sekali bunda bisa kembali belajar bersama Ibu Elly Risman, Psi. Meski tidak bisa offline seperti saat yang pertama, mengikuti webinar “Bahaya Pornografi pada Anak di Era Digital” yang digelar oleh Sekolah Islam Bintang Juara, cukup menghapus rasa dahaga untuk menimba ilmu pada sosok ibu yang sangat energik ini.

Masih ingat kali pertama belajar bersama sosok Ibu Elly, pada 17 Oktober 2015, di Gedung Prof. Soedharto Undip. Ibu Elly sangat ketat dalam setiap sesi kelasnya.

Kalau beliau bilang nggak boleh bawa anak masuk, ya jangan harap bisa membawa anak masuk. Bukan apa-apa. Pertama, agar orang tua khusyuk belajar. Kedua, banyak materi yang disampaikan oleh Ibu Elly sebaiknya tidak diketahui oleh anak. Takutnya anak penasaran, malah jadi cari-cari sendiri. Kan bahaya to?

Baiklah, sebelum bunda share apa saja yang disampaikan oleh Ibu Elly, kita refresh dulu memori belajar bersama beliau 7 tahun lalu. Bisa cek di artikel “Smart Parents, Tobat dari 8 Kesalahan Ini Yuk!”

Btw, sudah pada kenal dong ya sama sosok pembicara satu ini? Buat yang belum kenal baik, kenalan dulu deh.

Perempuan asal Aceh, kelahiran 21 April 1951 ini memiliki nama lengkap Hainah Ellydar Din Ilyas. Nama Risman yang biasa disandangnya adalah nama suami.

Nenek berusia 71 tahun ini memiliki tiga putri dan tujuh cucu. Kerennya lagi putrinya pun terjun di bidang yang sama dengan beliau. Bahkan mereka memiliki komunitas Keluarga Risman sebagai wadah untuk sharing mengenai pengasuhan anak dan adiksi gadget, games serta pornografi.

Baiklah setelah napak tilas ke catatan 7 tahun lalu dan kenal lebih dekat dengan sosok ibu Elly Risman, langsung aja yuk kita gali satu per satu materi yang super ndaging dari beliau. Walaupun disajikan secara online, Ibu Elly begitu piawai untuk memantik keaktifan para peserta webinar.
bencana paling bahaya

Kenali Bahaya Pornografi

Nyesek itu saat di salah satu sesi, bu Elly Risman menunjukkan data-data bahwasanya sudah lama negeri ini mulai darurat pornografi. Penelitian demi penelitian telah bu Elly lakukan bersama yayasan yang dipimpinnya.

Harapan bu Elly, pemerintah bisa mendengar dan melihat fakta yang ada. Sayangnya, bahkan sampai saat ini, pemerintah tetap abai.
Melawan pornografi sama saja melawan sistem yang sangat besar. Pornografi adalah bisnis besar yang akarnya sangat kuat.
Menghilangkan pornografi jelas butuh perjuangan yang super massive. Tentu saja nggak bisa jika hanya mengandalkan bu Elly. Kita juga perlu bergandengtangan.

Namun sebelum bekerjasama menghentikan laju pornografi, kita perlu tahu bahaya pornografi itu apa saja sih. Bu Elly selama beberapa tahun telah mengumpulkan banyak responden.

Penelitian yang terbaru dari hasil screening 30 responden; 15 anak laki-laki dan 15 anak perempuan, terpampang sebuah hasil bahwa pornografi telah menyebabkan gangguan fungsi otak. Dari penelitian tersebut, hasilnya cukup mencengangkan:
Dari 15 anak laki-laki, 9 orang mengalami adiksi dan 8 orang non adiksi. Sementara dari 15 anak perempuan, 6 orang mengalami adiksi, 7 orang non adiksi.

ilustrasi otak rusak karena pornografi

Kalau digambarkan secara visual, otak yang rusak karena pornografi itu bagaikan mobil yang mengalami kecelakaan, hingga remuk peyok super parah di bagian depannya. Kecelakaan super dahsyat ini tentu saja mengakibatkan korban pada sopirnya kan?

Pornografi merusak bagian otak yang bernama Prefrontal Cortex. Yaitu bagian otak yang merupakan direktur tempat moral dan nilai bertanggungjawab untuk perencanaan masa depan.
Otak ini membuat seseorang mampu mengorganisasi dan melakukan prioritisasi, mengendalikan emosi hingga mampu menunda kepuasan. Bagian otak ini juga meliputi pengontrolan diri, sehingga tahu konsekuensi, serta mempengaruhi cara pengambilan keputusan.

Otak ini terus berkembang menjadi ekspresi kepribadian matang di usia 25 tahun. Sayangnya, anak yang sudah kadung adiksi pornografi, Prefrontal Cortex-nya tidak berkembang dengan baik.

Alhasil, anak mudah tantrum, nggak bisa memilih prioritas, gagap bertanggungjawab karena nggak tahu mana baik buruk untuk dirinya. Ngeri kan?

Gangguan otak ini bisa dilihat melalui tes EEG (Electroencephalography). Tes EEG yang menandakan seorang anak telah mengalami adiksi menunjukkan hasil sebagai berikut:
  • Gelombang otaknya cenderung impulsive dan compulsive.
  • Otaknya banjir dopamine dan mengakibatkan hypo-frontal syndrome, sehingga mudah kehilangan kontrol diri. Alias tidak memiliki braking system atau rem dalam otaknya blong.
  • Kecenderungan volume otak menyusut 4.4%.
  • Pornografi menimbulkan adiksi seperti narkoba. Sekali melihat dengan tidak sengaja, akan timbul rasa tak nyaman tapi membuat penasaran. Apabila rasa penasarannya terus menggerogoti, si anak akan mencari materi baru lagi dan lagi.
  • Adiksi pornografi tidak berkaitan dengan kecerdasan. Mau anak itu cerdas secara akademis, bahkan religius sekalipun, tetap memiliki kemungkinan mengalami adiksi.
  • Waktu yang dihabiskan untuk menonton pornografi berkaitan erat dengan aktivitas seksual beresiko.
  • Ayah memainkan peranan penting untuk anaknya agar tidak adiksi pornografi.
  • Hangat saja tidak cukup, orang tua perlu mengawasi anak remajanya.
Ibu Elly juga menceritakan awal mula ketertarikan beliau pada masalah pornografi dimulai dari sebuah buku berjudul The Drug of The New Millenium, karya Mark B Kastleman. Buku ini yang kemudian membuka mata bahwasanya pornografi telah menjadi narkoba dalam bentuk lain.

Usut punya usut, adiksi terhadap pornografi erat kaitannya dengan ketidakhadiran sosok ayah di rumah-rumah. Entah sosok ayah tiada karena perceraian, kematian atau fisiknya saja yang ada tapi secara ruh tidak hadir sama sekali.

Sang penulis buku bahkan sampai menyebut bahwa American is fatherless country. Namu kalau kita tilik lebih lanjut, Indonesia pun sekarang juga telah berkembang menjadi fatherless country.

Bagaimana Pornografi Bisa Masuk ke Rumah-rumah Kita?

Setelah tahu bahaya pornografi seperti apa, masihkah kita mau membiarkan anak-anak kita terjerat narkoba baru tersebut? Nggak kan, sohib parents?

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa yakin kalau pornografi nggak terpapar pada anak-anak kita? 100% yakin kah?

Pada saat webinar, bu Elly Risman meminta para peserta untuk jujur pada diri sendiri. Karena sebelum menemukan solusi, hal terpenting adalah menggali penyebabnya. Maka penting buat kita melihat ke dalam diri dan keluarga kita masing-masing.

Bu Elly meminta kami untuk menilai sendiri masuk ke dalam tipe keluarga yang mana sih. Apakah kedua orang tua bekerja di luar rumah, atau hanya ayahnya saja? Lalu jika kedua orang tuanya bekerja, siapa yang mengasuh anak-anaknya?
Hal paling jleb adalah bagaimana kesiapan kita menjadi orang tua di awal pernikahan dulu? Apakah hanya siap menikah atau benar-benar sudah siap menjadi orang tua?
Seseorang dikatakan telah siap menjadi orang tua jika poin-poin berikut telah terpenuhi:
  • Mengenali diri sendiri dan pengaruh pengasuhan terhadap kemampuan menjadi ortu.
  • Disiapkan oleh orang tua untuk menjadi orang tua, bukan hanya disiapkan untuk pandai mencari uang.
  • Sungguh-sungguh belajar parenting/ psikologi,.
  • Mengenali kesiapan dan kemampuan pasangan jadi orang tua.
Duh, bunda langsung geleng-geleng, sohib parents. Menyadari banget kalau dulu nikah asal nikah aja. Belum tahu apa itu parenting dan lain-lain. Hiks.

Lalu bu Elly melanjutkan untuk menggali kondisi keluarga setiap peserta, dengan cara mencatat hal-hal ini:
  • Jumlah anak.
  • Range usia anak.
  • Kebiasaan penggunaan internet di rumah, apakah diperbolehkan atau tidak.
  • Usia anak dikenalkan gadget dan games.
  • Jika diberikan gadget, apakah alasannya.
  • Lalu apakah anak sudah terpapar pada pornografi.
  • Jika ya, pada usia berapa dan sekarang sampai pada tahapan apa.
  • Apakah mengalami masalah komunikasi dengan pra/ remaja? Seperti susah diajak bicara, jawaban pendek, anak merasa sudah besar.
alasan pornografi masuk ke rumah
Setelah proses penggalian itu dilakukan, para peserta diminta untuk membuat resume dari kondisi tersebut. Kalau di keluarga kami, maka terdapatlah sebuah data sebagai berikut:
Kami memiliki dua orang anak, range usia 5-10 tahun. Ayah bekerja di kantor, dan bunda bekerja di rumah, tetapi masih sering abai pada anak di jam-jam tertentu. Hingga akhirnya anak diberikan gadget dan games, agar anteng dan bunda bisa bekerja dengan fokus.

Keterpaparan pada pornografi masih sebatas iklan yang kadang muncul tanpa permisi, misal iklan lagu Korea dan India yang menampilkan pakaian tak menutup aurat. Untuk proses komunikasi dengan anak, alhamdulillah masih baik. Namun adiksi terhadap gadget mulai nampak, terlihat pada si kecil yang berusia 5 tahun 10 bulan mulai tantrum saat gadget diminta.
Dari proses penggalian tersebut, bisa diruntut bagaimana sih pornografi masuk ke rumah-rumah kita:

Pertama, orang tua yang abai karena fokus pada sisi ekonomi. Anak dialihkan kepada pengasuh yang bekalnya kurang memadai.

Kedua, agar anak anteng, diberikanlah gadget. Tanpa disadari gadget ini menjadi sumber masalah utama. Anak main games tanpa orang tuanya tahu isi gamesnya seperti apa. Padahal banyak games yang memuat konten pornografi.

Penting juga bagi para orang tua untuk tahu bahwa anak laki-laki adalah target utama bencana pornografi. Terutama anak laki-laki yang belum baligh.
Dengan massive, konten pornografi gencar disebar ke berbagai penjuru agar anak laki-laki ini sampai mengeluarkan maninya. Begitu maninya keluar, otaknya akan banjir dopamine dan mengalami kecanduan.

Anak laki-laki mudah menjadi target utama, salah satunya karena kemaluannya berada di luar. Mudah mendapat rangsangan.
Jangan dikira, hanya anak-anak jalanan yang bisa menjadi korban adiksi pornografi. Bahkan saat ini anak laki-laki yang menjadi target adalah mereka yang 3S; Smart, Sensitive dan Spiritual.
BLAST generation

Namun tak menutup kemungkinan pula, anak perempuan juga menjadi korban. Awal mula terjadinya adiksi terhadap gadget, games dan pornografi adalah kondisi yang BLAST.

Informasi mengenai BLAST sendiri pernah bunda tuliskan pada artikel SEMAI 2045. BLAST merupakan singkatan dari Bored, Lonely, Angry, Stress, dan Tired.

Anak-anak mudah mengalami adiksi hal-hal negatif karena:
  • Bored: mereka bosan dengan kegiatan yang itu-itu aja; sekolah, les, ngaji, tapi kurang makna.
  • Lonely; anak-anak merasa kesepian, ortunya ada tapi tiada. #jleb
  • Angry; marah karena terlalu banyak tuntutan, ini salah itu salah di hadapan orang tuanya. Namun kemarahan itu tak bisa mereka ungkapkan.
  • Stress: rutinitas sekolah yang membosankan, tanpa diberi kesempatan untuk mengalirkan uneg-unegnya.
  • Tired: terlalu kelelahan, diberi aktivitas terus-menerus tanpa ditanyai apakah enjoy atau tidak.
Nah, kalau sudah tahu nih gimana pornografi masuk ke rumah-rumah keluarga Indonesia, buat yang belum terlambat, ingat pesan bu Elly:
Jangan berikan gadget pada balita.
Apabila sudah kadung terlambat gimana dong? Jika belum sampai adiksi, ajak anak berdialog dan tetapkan rule yang jelas.

Kecanduan pada pornografi masih dalam tahap awal. Yang mengerikan ketika adiksi tersebut telah berkembang menjadi acting out alias melakukan perbuatan pornografi.

Dan nyatanya, bisa dilihat di sekitar kita, anak-anak zaman now sudah mulai di tahapan acting out. Dengan makin banyaknya anak-anak SMP bangga sudah punya pacar, bahkan tak sedikit yang sudah menjurus ke LGBT. Sedih banget ya, sohib parents?

Keluarga, Tameng Terbaik untuk Adiksi Pornografi

Terus-terusan miris tanpa ada aksi yang jelas tentu saja bukan solusi. Sekarang saat sudah tahu ada bencana mengerikan di depan mata, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama-tama, bu Elly Risman meminta kami untuk mengungkapkan perasaan tentang semua permasalahan dan tantangan pengasuhan berkaitan dengan pornografi. Ternyata bukan tanpa sebab.

Bu Elly sedang mengajarkan kami untuk melakukan 3M. Sebelum mempraktekkan 3M kepada anak-anak, maka orang tuanya harus sudah khatam 3M dong.

Yang dimaksud dengan 3M adalah:
  • Mengalirkan emosi yang dirasakan lewat tulisan atau gambar.
  • Merenungkan emosi tersebut.
  • Membicarakan dengan pasangan. Jika pada anak, maka ajak anak membicarakan masalahnya kepada orang tua.
Menerima dan mengungkapkan perasaan adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh sebagian besar orang. Kenapa bisa seperti itu?

Ya, karena sejak kecil nggak pernah diajarkan. Coba deh, kapan terakhir kali kita ditanyai, “Bagaimana perasaanmu?”

Kita terbiasa untuk mengabaikan perasaan sendiri. Karena itulah tanpa sadar, kita pun melakukan hal yang sama pada anak-anak. Padahal penting mengajarkan anak tentang yang dirasakan dan bagaimana mengelolanya.

Tentu sebelum kita mengajar anak mengenal emosi dan mengelolanya, kita sebagai orang tua harus bisa melakukannya terlebih dahulu. Setelah itu, baru deh kita bisa mengaplikasikan tiga solusi sebagai adiksi pornografi:

solusi adiksi pornografi

1. HOPE

Poin pertama yaitu HOPE. Kita perlu menyadari bahwa masih ada harapan kok untuk mengatasi adiksi.
Selama kita masih ada kemauan untuk mengenali diri dan pasangan, juga kemauan untuk berubah dan bekerjasama, maka di situlah harapan dalam keluarga masih menyala.
Hal pertama yang perlu dikenali adalah bagaimana ayah dan bunda merespon saat anak tantrum atau melakukan sebuah kesalahan. Jika respon kita adalah emosi yang meledak, maka patut kita bertanya pada diri sendiri, saat itu kita sedang menjadi sosok orang dewasa atau inner child yang sedang bertindak?

Inner child bukan? Nggak perlu deny. Setiap orang punya kok sisi inner child-nya. Inner child pun nggak selamanya buruk kok.

Namun jika saat mengasuh anak, inner child negatif yang keluar, bukankah ini seperti dokter yang melakukan malpraktek?

Kok bisa? La iyaa… dokter yang melakukan kesalahan penanganan atau pemberian obat disebut melakukan tindakan malpraktek kan?

Lalu bagaimana dengan kita yang membiarkan ‘anak kecil’ mengasuh anak kecil? Saat kita tidak kunjung menumbuhkan self awareness, dan malah terus menjadi anak kecil yang emosional, berapa tahun tuh kita malpraktek ke anak-anak?
Malpraktek yang terus-menerus inilah yang kemudian melahirkan anak-anak BLAST. That’s why sebelum membereskan masalah anak, bereskan dulu orang tuanya.
Mengatasi inner child membutuhkan pemaafan. Maafkan kedua orang tua kita lalu lakukan 3D terhadap perasaan yang muncul: dikenali, diterima dan dihargai.
If mother aint happy aint nobody happy! Happy mother + happy father = good climate for family.

cara melahirkan harapan

 Di setiap sesi parenting, selalu saja peserta bunda jauh lebih banyak dari ayah. Padahal nih dalam proses pembuatan anak, apakah hanya bunda sendirian yang bekerja? Nggak kan?

Bahkan kerja ayah saat proses pembuahan jauh lebih cepat dibandingkan bunda. Faktanya Allah mengatur sperma bergerak lebih cepat dibanding sel telur.

Fakta ini bukan sekadar kebetulan, tapi memiliki makna yang besar. Bahwasanya ayah harus lebih aktif daripada bunda. Sayangnya ayah zaman now merasa bahwa tugasnya hanyalah pencari nafkah.

Padahal seharusnya sebelum menjadi pencari nafkah, ayah harus menjadi suami dan ayah terlebih dahulu. Namun mengapa banyak laki-laki tak paham tanggungjawab utamanya sebagai qowammah ini?


Ya karena seperti itulah yang dicontohkan orang tuanya dulu kala. Itulah kenapa penting untuk memahamkan peran ayah sebenarnya:
  • Ayah menentukan siapa yang mengasuh anaknya: Istrinya? Kalau istri kerja, ke daycare atau ditipkan ke orang tua?
  • Ayah harus menyadari kalau dirinya adalah tokoh identifikasi bagi anak-anaknya.
Anak 7 tahun mulai mengidentifikasi ortu sejenis. Nah, kalau saat anak laki-laki kita yang berusia 7 tahun tidak melihat keberadaan ayahnya, lalu ia harus mengidentifikasi siapa?

Bu Elly Risman mengaku salut terhadap para ayah yang mau hadir ke webinar pagi itu. Jangan sampai menjadi ayah dayyuts/ membiarkan keburukan terjadi pada keluarganya, dengan cara:
  • Ayah harus taqwa.
  • Ayah harus bisa menyiapkan ibu dan anak dulu tentang dampak negatif gadget sebelum memberikan fasilitas.
  • Rasa sayang bukan memberi semua yang diminta, istri dan anak adalah amanah Allah. Memberi pondasi harus tegas.
Kehadiran ayah luar biasa efeknya pada perkembangan anak. Anak laki-laki yang kurang sosok ayah cenderung tumbuh menjadi anak yang nakal, agresif, terjerumus narkoba dan seks bebas. Sementara anak perempuan yang kehilangan sosok ayah cenderung mengalami depresi dan melakukan seks bebas.

Nggak mau kan anak-anak kita mengalami hal-hal mengerikan tersebut, Sohib Parents?

Maka bersyukurlah buat Sohib Parents yang suaminya mau belajar dan bertumbuh bareng. Lalu bagaimana dengan para istri yang suaminya masih abai dan cuek dengan pengasuhan anak?

Bu Elly Risman memberikan solusi berikut;
Selesaikan urusan dengan suami, prinsipnya takdir yang terjadi harus disyukuri. Tugas kita adalah terus berprasangka baik pada Allah. Selanjutnya, maafkan kesalahan-kesalahan suami, minta ampunkan kesalahan suami pada Allah dan lakukan musyawarah. Sudah tidak saatnya lagi bermain ego, karena setiap anak memerlukan ayahnya.
Berikut ini tips ngomong sama suami terkait parenting agar lebih didengar:
  • Tingkatkan frekuensi hubungan suami istri. Saat melakukan hubungan seksual, cairan kimia berupa dopamine, norepinerpine, oxytoxin, dan serotonin membuat kita menjadi rileks. Saat rileks, lebih enak buat ngobrol hal-hal yang penting.
  • Isu yang disampaikan harus kritis dan membuat suami langsung tanggap.
  • Sampaikan dengan kalimat yang singkat dan jelas, tidak lebih dari 15 kata.
  • Gunakan kalimat tanya untuk memancing rasa penasaran, contoh: “Kalau kakak kecanduan pornografi, gimana yank?”
Respon suami biasanya akan balik bertanya, nah saat itulah kita bisa masuki obrolan tentang:
  • Menyelesaikan inner child yang dimilik. Jangan sampai A-M-A (Anak Mengasuh Anak).
  • Selesaikan isu-isu perkawinan yang masih belum beres.
  • Bicarakan optimalisasi peran dan fungsi ayah.
  • Bahas dan selesaikan masalah-masalah anak.

2. HELP

Saat harapan masih ada, maka selanjutnya adalah suami istri saling bantu-membantu dalam menyelesaikan urusan dengan pasangan. Suami istri juga saling bahu-membahu memahami makna kehadiran anak.
pasutri bekerjasama
Pertama-tama dengan saling mengenali emosi masing-masing. Obrolkan dengan suami, emosi apa yang paling sering membuat kita tertrigger dan lepas kontrol.

Lalu jika berdampak pada tubuh, tandai bagian tubuh mana yang sering sakit. Lalu berdzikir, sholat dan sholawat jangan sampai putus.

3. HEAL

Setelah permasalahan masing-masing telah dibereskan, saatnya bekerjasama untuk menyelesaikan masalah pengasuhan. Al Quran surat Ali Imran: 159 bisa menjadi salah satu rujukan.
good family
Hal terpenting adalah rumuskan visi misi keluarga, lalu buatlah misi pengasuhan. Misi pengasuhan keluarga muslim tentu saja meliputi:
  • Aqidah
  • Akhlak
  • Ibadah
Mendidik anak bukan sekadar mendidik mereka bisa menjadi profesional, berkarir dan cari nafkah. Namun sebelum itu, didik anak menjadi seorang istri, suami, ayah, ibu hingga kelak bisa berkumpul bersama-sama di jannah.

Kesimpulan: Bye Bye Pornografi dari Rumah dengan Empat Hal Ini

Pada dasarnya masalah anak bersumber pada kekeliruan ayah dan kekeliruan bunda. Setelah ayah bunda mau mengakui dan menyadari kekeliruannya masing-masing, baru deh bisa menemukan solusi untuk setiap masalah yang ada.

parenting quote 

Untuk adiksi pornografi, secara singkat berikut ini yang bisa dilakukan di rumah kita masing-masing:
  1. Ayah dan bunda harus sadar akan fungsi dan peranannya masing-masing.
  2. Anak tidak sekadar butuh disapa, gimana sekolahnya, gimana PRnya, tapi juga butuh diajak mengenali dan menerima perasaannya.
  3. Ajak anak untuk berdiskusi tentang bahaya gadget, media sosial, games dan pornografi. Cek pemahaman anak dan hargai pendapatnya.
  4. Berikan rule yang jelas terhadap penggunaan gadget. Gadget sebaiknya diberikan pada anak menggunakan konsep 3D (Dibutuhkan, Dipinjami, Diawasi). Anak tidak boleh dibelikan gadget khusus sebelum usianya 17 tahun. Anak juga perlu tahu tayangan apa yang layak ditonton dan tidak.
PDA KCR

Demikianlah catatan yang bisa bunda rangkum dari webinar seru dan super ndaging bersama Ibu Elly Risman, Psi. Oya, buat Sohib Parents yang sudah pernah mengikuti PSPA, jangan lewatkan PDA dan KCR yang diselenggarakan Sekolah Islam Bintang Juara pada Sabtu - Minggu, 5 - 6 November 2022 di Hotel Candi Indah.

Semoga bermanfaat.
Marita Ningtyas
Marita Ningtyas A wife, a mom of two, a blogger and writerpreneur, also a parenting enthusiast. Menulis bukan hanya passion, namun juga merupakan kebutuhan dan keinginan untuk berbagi manfaat. Tinggal di kota Lunpia, namun jarang-jarang makan Lunpia.

No comments for "Lengketkan Diri Bersama Anak, Bye Bye Pornografi"